Sabtu, 26 April 2014

PERKEMBANGAN PSIKOMOTORIK


Nama penulis : Ulfah khoeriyah
Prodi Pendidikan Fisika Semester 2
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Peserta didik adalah organisme yang unik dan berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya (Wina Sanjaya, 2006:54). Perkembangan sendiri mempunyai arti perubahan psikis-fisik sebagai hasil belajar, akan tetapi tempo dan perkembangan masing-masing anak tidak sama.
 Oleh karena itu sebagai guru, sangat perlu memahami perkembangan peserta didik yang meliputi perbedaan individu dalam perkembangan psikomotorik peserta didik tersebut serta cara membantu perkembangan psikomotorik dan implikasinya terhadap pendidikan.

A.    Rumusan Masalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan perkembangan psikomotorik?
2.      Bagaimana perbedaan individu dalam perkembangan psikomotorik?
3.      Bagaimana cara membantu perkembangan psikomotorik dan impilkasinya terhadap pendidikan?
4.      Bagaimana contoh penerapan teori psikomotorik dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran?

B.     Tujuan penulisan :
Setelah membaca teori perkembangan psikomotorik maka diharapkan :
1.      Mampu memberi definisi mengenai pengertian perkembangan pikomotorik
2.      Mampu mengidentifikasi perbedaan individu dalam perkembangan psikomotorik
3.      Mampu Merumuskan cara membantu perkembangan psikomotorik dan implikasinya terhadap pendidikan
4.      Mampu merancang Rencana Pelakasaan Pembelajaran yang berhubungan dengan psikomotorik.


BAB II
PEMBAHASAN

A.       Perkembangan Psikomotorik

1.      Pengertian Perkebangan Psikomotorik

  Perkembangan psikomotorik adalah perkembangan mengontrol garakan-gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinasi antara susunan saraf pusat, saraf tepi dan otot.
      Dimulai dari gerakan-gerakan kasar yang melibatkan bagian dari tubuh seperti berlari, melompat, dll. Kemudian dilanjutkan dengan koordinasi halus yang melibatkan kelompok otot-otot halus dalam fungsi meraih, memegang, dll. Kedua-duanya sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari (Satoto dalam Nurwidodo, 2010)
      Dalam psikologi, kata motor diartikan sebagai istilah yang menunjukan pada hal, keadaan, dan kegiatan yang melibatkan otot-otot juga gerakan-gerakannya, demikian pula kelenjar-kelenjar juga sekresinya (pengeluaran cairan atau getah). Secara singkat, motor dapat pula dipahami sebagai segala keadaan yang meningkatkan atau menghasilkan stimulasi atau rangsangan terhadap kegiatan organ-organ fisik.


     Proses kodrati dan tahapan tahapan yang telah ditentukan oleh-Nya Allah SWT berfirman dalam surah al-mukminun ayat 12-14 :


            Artinya :
`` Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah ( 12 ) Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) ( 13 )Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulalang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, pencipta yang paling baik (14” {QS. al-Mukminun (23)  : 12-14).

Tafsir :

Ayat-ayat di atas menerangkang tahap-tahap penciptaan manusia dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain, yang menujujkkan akan kesempurnaan kekuasaan-Nya sehingga Dia Jalla Wa ‘Alaa daja yang berhak untuk dibadahi.


2.      Perbedaan Individu dalam perkembangan psikomotorik
      Setiap individu pasti memiliki perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya, contohnya ada individu yang proses perkembangan dan pematangannya yang berjalan cepat dan ada pula yang berjalan lambat. Akibat dari perbedaan ini maka perkembangan psikomotorik setiap individu bebeda-beda, maka perlulah suatu bimbingan baik di luar lingkup keluarga maupun di dalam lingkup keluarga. Menurut para ahli psikologi, individu biasanya mengalami dua masa percobaan atau krisis yang biasanya disebut Trotz. Masa ini terjadi dalam periode :

      1.      Periode pertama    : Terjadi pada usia 2-3 tahun dengan ciri utama anak menjadi egois, selalu mendahulukan kepentingan diri sendiri.
      2.      Periode kedua       : Terjadi pada usia antara 14-17 tahun dengan ciri utama sering membantah orang tuanya dan cenderung mencari identitas diri.
Proses perkembangan individu memiliki karakter kecepatan yang bervariasi. Dengan kata lain ada individu yang memiliki tingkat perkembangan cepat, sedang, dan lambat. Tingkat proses perkembangan individu tersebut diakibatkan oleh adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sifat-sifat anak trotz ini adlah meraja-raja, egosentris, keras kepala, pembangkang dan sebagainya. Hal itu mereka lakukan dengan tujuan memperoleh kebebasan dan perhatian.

3.      Merumuskan Cara Membantu Perkembangan Psikomotorik dan Implikasinya bagi Pendidkan.
     Menurut fuji Lestari, karakteristik perkembangan psikomotorik serta implikasinya bagi pendidikan dibagi menjadi tiga massa, yaitu :

1.      Massa Anak-Anak

      Ketika anak-anak sekolah mengahadapi dunia sosial yang lebih luas, mereka lebih tertantang dan perlu mengembangkan perilaku yang bertujuan untuk mengatasi tentangan-tantangan ini. Anak belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum intelegensi dasar dimiliki anak tersebut kelak. Pada tahap ini anak-anak belajar secara praktis dengan keterampilan-keterampilan perseptual, motorik, kognitif dan kemampuan bahasa yang mereka miliki, anak-anak pada tahap ini beralih ke dunia sosial yang lebih luas.
      Bagi Erikson, massa usia 3 sampai 6 tahun, ini adalah fase bermain. Dalam fase inilah anak-anak belajar berfantasi, belajar menertawakan diri, mulai belajar bahwa ada pribadi lain selain dirinya. Pada fase ini terletak fondasi anak untuk menjadi kreatif yang akan menjadi sangat penting pada fase berikutnya.

2.   Massa Remaja
  Periode ini individu atau anak berpikir intuisif atau berpikir mengandalkan ilham, anak-anak berimajinasi memperoleh pemikirin dan kemampuan 1 langkah berpikir mengkoordinasi pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri. Pada tahap ini remaja atau individu dihadapkan pada temuan siapa mereka? Bagaimana mereja nantinya? Kemana tujuan mereka?
      Menuju dalam kehidupannya => penjajakan pilihan-pilihan alternatif terhadap peran karir merupakan hal penting. Pada tahap ini remaja memiliki kemampuan mengkoordinasi baik secara serentak atau berurutan 2 ragam kognitif.
a.       Kapasitas menggunakan hipotesis.
b. Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstark, logis dan idealistik (berpikir tentang pemikiran itu sendiri).

3.   Massa Dewasa
      E.B Hurlock (1986) mengemukakan bahwa penyesuaian yang sehat atau kepribadian yang sehat (Healty Personality) ditandai dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Mampu menilai diri secara realitak.
b. Mampu menilai situasi seacar realistik.
c. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik.
d. Menerima tanggung jawab.
e. Kemandirian (autonomi).
f. Dapat mengotrol emosi.
g. Berorientasi tujuan.
h. Berorientasi keluar.
i. Penerimaan sosial.
j. Memiliki filsafat hidup.

4.      Contoh Penerapan Teori Psikomotorik dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Satuan Pendidikan      : SMPN 1 CIGOMBONG
Mata pelajaran             : IPA
Kelas / Semester          : VIII / 2
Peminatan                   : Fadhli Alfariqi
Materi Pokok              : Getaran
Pertemuan ke              : 1 dan 2
Alokasi Waktu            : 1 jam
Tujuan Pembelajaran   :

I. KOGNITIF
1.      Siswa mampu memberi definisi mengenai getaran (C1)
Alasan : karena menurut teori pieget di buku psikologi pendidikan karya Jeanne Ellis Ormrod halaman 43-47, di umur 14 tahun siswa sudah masuk ke dalam tahap oprasional formal yang berarti siswa sudah mampu memikirkan dan memahami konsep suatu materi karena itu dalam tujuan diranah kognitif ini mengguanakan kata “definisi” agar siswa bisa lebih mengerti dan memanahi terlebih dahulu mengenai materi yang akan dipelajari.

2.      Siswa mampu memberikan contoh tentang getaran dalam kehidupan sehari – hari (C2)
Alasan : karena menurut teori pieget di buku psikologi pendidikan karya Jeanne Ellis Ormrod halaman 43-47, di umur 14 tahun siswa sudah masuk ke dalam tahap oprasional formal yang berarti siswa sudah mampu memecahkan masalah menggunakan metode ilmiah dengan katagori jenis perilaku penerapan dengan kemampuan internal oleh karena itu dalam tujuan ini menggunakan kata “memberikan contoh” 

3.       Siswa mampu membandingkan periode dan frekuensi dalam suatu getaran (C4)
Alasan : menggunakan kata “membandingkan” karena di umur 14 tahun siswa termasuk tahap oprasional formal di buku psikologi pendidikan karya Ellis Ormrod halaman 43-47. Dan sesuai teori pieget siswa sudah mampu mengenali kesimpulan yang logis oleh karena itu siswa mampu membandingkan periode dan frekuensi dalam suatu getaran dari kesimpulan materi yang ia pelajari.

4.         Siswa mampu memperhitungkan contoh soal yang berkaitan dengan materi getaran (C6).
Alasan : karena menurut teori pieget di buku psikologi pendidikan karya Jeanne Ellis Ormrod halaman 43-47, di umur 14 tahun siswa sudah masuk ke dalam tahap oprasional formal dan kemapuan matematika siswa pada tahap oprasional formal mulai berkembang yang berarti siswa sudah mampu memisahkan dan mengotrol variable dalam penalaran matematika, oleh karena itu dalam tujuan pembelajaran yang berkenaan dengan kognitif mengambil kata-kata “memperhitungkan” .

II. AFEKTIF
1.      Siswa mampu menggabungkan diri dan bekerja sama dengan kelompoknya dalam kegiatan praktikum dengan materi getaran.
Alasan : karena pada usia 14 tahun siswa termasuk ke dalam fase Identity Vs Role Confusion / Identitas dimana pada fase siswa menuju kematang fisik dan mental dan  mempunyai perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan baru sebagai akibat perubahan-perubahan tubuhnya.Ia mulai dapat berpikir tentang pikiran orang lain, ia berpikir pula apa yang dipikirkan orang lain tentang dirinya. Oleh karena itu dalam ranah afektif ini digunakan kata menggabungkan diri agar siswa terbiasa bersosialisasi satu dengan yang lain.

2.      Siswa mampu menyatakan pendapat yang sesuai dengan materi getaran ketika kegiatan pembelajaran
Alasan : menggunakan kata menyatakan pendapat karena pada masa ini remaja harus dapat mengintegrasikan apa yang telah dialami dan dipelajarinya sehingga menunjukan kontinuitas dengan masa lalu dan sikap menghadapi masa datang.

II. PSIKOMOTORIK

1.   Siswa mampu mempersiapkan alat peraga praktikum berupa bandul yang sesuai dengan media pembelajaran (P1)
Alasan : menggunakan kata “mempersiapkan” karena pada perkembangan psikomotorik siswa perlu disadari oleh kesiapan untuk mencapai perkembangan. Dan menurut fuji lestari perkembangan psikomotorik pada masa remaja berkaiatan dengan imajinasi, mengkoordinasi pemikiran dan ide dengan peristiwa tertentu oleh karena itu dalam tujuan diranah psikomotorik siswa diminta untuk mempersiapkan alat peraga praktikum berupa bandul yang bermaksud agar mengasah skill dan pemikiran lewat praktikum.

2.   Siswa mampu menunjukan amplitudo getaran dan satu getaran penuh dalam alat peraga praktikum tersebut (P5).
Alasan : Menurut (Piaget & Vigotsky) anak adalah lone scientist yaitu anak akan berkembang apabila dibiarkan bereksperimen sendiri atau memanipulasi benda secara langsung, dan sesuai dengan teori pieget siswa di umur 14 tahun (tahap oprasional formal) sudah mampu menguji hipotesis oleh karena itu dalam ranah psikomotorik menggunakan kata “menunjukkan”.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Perkembangan Psikomotorik adalah Perkembangan psikomotorik adalah perkembangan mengontrol garakan-gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinasi antara susunan saraf pusat, saraf tepi dan otot.
2.      Perkembangan psikomotorik setiap individu bebeda-beda, maka perlulah suatu bimbingan baik di luar lingkup keluarga maupun di dalam lingkup keluarga.
3.  Menurut fuji Lestari, karakteristik perkembangan psikomotorik serta implikasinya bagi pendidikan dibagi menjadi tiga massa, yaitu massa anak-anak, massa remaja, dan massa dewasa.

B.     Kritik dan Saran
Penyusun menyadari bahwa dalam blogini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar penyusuanan blog ini lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Abror, Rachman. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya
Syah, Muhibbin. 2013. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
http://rukoyah73.files.wordpress.com/2013/05/psikomotor.jpg
http://4.bp.blogspot.com/mlnHT9hmrOc/UQFEAzScFUI/AAAAAAAAADI/xYWYV-SuKlBw/s1600/teman-egois.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmGuxwa6I0guMFYK_CU9IpCYcAwwjfv5DI-gAypSAszdTG1ILqG4zMxBgntwLXG__DJK1fQBmV9LOAUAZ_6-0JXCz9eGKnOvLtZQpPZF2mjzneJKKCHMb1g8HRBIBbTJAsJzrjtwwmn9J-/s1600/1+%25281%2529.jpg
https://lh5.googleusercontent.com/-4yq1TGC61dc/TfUHjemOP5I/AAAAAAAAAk0/XSu2qV3lse8/s800/inx9iahl.jpg
http://quran.com/23




Jumat, 18 April 2014

Cara belajar dan Tipe belajar


Cara – Cara Belajar yang Baik

Menentukan bagaimana cara – cara belajar yang baik bukanlah saol yang mudah. Di samping faktor yang ada di dalam diri orang itu sendiri, banyak pula faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri.
Untuk menjawab pertanyaan : “Bagaimana cara – cara belajar yang baik?”, banyak eksperimen yang telah dilakukan oleh para ahli psikologi. Dari sekian banyak penelitian dan percobaan yang dilakukan, sekian banyak pula jawaban yang dikemukakan. Namun, diantara jawaban-jawaban yang heterogen itu terdapat pula beberapa yang bersifat umum yang dapat kita pergunakan sebagai pegangan.
Dr. Rudolf Pintner mengemukakan sepuluh macam metode di dalam belajar, seperti berikut :
1.       Metode keseluruhan kepada bagian (whole to part method). Di dalam mempelajari sesuatu, kita harus memulai dahulu dari keseluruhan kemudian mendetail pada bagian- bagiannya (Gestalt).
2.      Metode keseluruhan lawan bagian (whole versus part method) untuk bahan- bahan pelajaran yang skopnya tidak terlalu luas seperti menghafal syair, membaca buku cerita pendek, mempelajari unit- unit pelajaran tertentu, untuk bahan- bahan yang bersifat non verbal (mengetik dan menulis misalnya) dan sebagainya.
3.      Metode campuran antara keseluruhan dan bagian (mediating method), metode ini baik digunakan untuk bahan-bahan pelajaran yang skopnya luas atau yang sukar- sukar, seperti misalnya tata buku, akunting, dan bahan kuliah lain pada umumnya.
4.      Metode resitasi (recitation method), resitasi dalam hal ini berarti mengulang atau mengucapkan kembali yang telah dipelajari dan dapat digunakan untuk bahan pelajaran bersifat verbal maupun non verbal.
5.      Jangka waktu belajar (leght of practice periods). Dari hasil eksperimen, jangka waktu (periode) belajar yang produktif seperti menghafal, mengetik, mengerjakan soal hitungan, dsb adalah antara 20-30 menit.
6.      Pembagian waktu belajar (distribution of practice periods), Dalam hal ini “hukum Jost” tentang belajar, 30 menit 2 x sehari selama 6 hari lebih baik dan produktif daripada sekali belajar selama 6 jam (360 menit) tanpa berhenti.
7.      Membatasi kelupaan (counteract forgetting), adanya review ini sangat penting, terutama bagi bahan pelajaran yang sangat luas dan memakan waktu beberapa semester untuk mempelajarinya.
8.     Menghafal (cramming), metode ini berguna terutama jika tujuannya untuk dapat menguasai serta mereproduksi kembali dengan cepat bahan-bahan pelajaran yang luas atau banyak dalam waktu yang relatif singkat.
9.      Kecepatan belajar dalam hubungannya dengan ingatan, quick learning means quick forgetting. Di dalamnya terdapat korelasi negatif antara kecepatan memperoleh suatu pengetahuan dengan daya ingatan terhadap pengetahuan itu. Hasil-hasil eksperimen yang telah dilakukan tidak mempunyai cukup bukti untuk menolak ataupun membenarkan generalisasi tersebut. untuk bahan pelajaran yang kurang mempunyai arti, mungkin generalisasi itu tepat dan benar. Akan tetapi, untuk bahan-bahan pelajaran yang lain tidak dapat dipastikan kebenarannya.

10.  Retroactive inhibition, Berbagai pengetahuan yang telah kita miliki itu, di dalam diri kita seolah-olah merupakan unit-unit yang selalu berkaitan satu sama lain, bahkan sering pula yang satu mendesak atau menghambat yang lain.  Untuk menghindari agar tidak terjadi retroactive inhibition terseebut, disarankan agar dalam belajar jangan mencampuradukkan, dalam arti beberapa mata pelajaran dipelajari dalam suatu waktu sekaligus. Untuk itu diperlukan adanya jadwal atau time schedule dalam belajar yang harus ditaati secara teratur.


Gaya Belajar



Gaya belajar adalah variasi cara  yang dimiliki seseorang untuk mengakumulasi serta mengasimilasi informasi. DePorter dan Hernacki (1999) mengemukakan tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi (perceptual modality). Ketiga gaya belajar tersebut yaitu :

1.      TIPE VISUAL (spatial).


Tipe visual banyak belajar dan menyerap informasi dari apa-apa yang dilihatnya. Individu yang memiliki kecenderungan gaya belajar visual lebih senang melihat apa yang sedang dipelajari. Gambar/visualisasi akan membantu mereka yang memiliki gaya belajar visual untuk lebih memahami ide atau informasi daripada apabila ide atau informasi tersebut disajikan dalam bentuk penjelasan. Apabila seseorang menjelaskan sesuatu kepada orang yang memiliki kecenderungan gaya belajar visual, mereka akan menciptakan gambaran mental tentang apa yang dijelaskan oleh orang tersebut.

2.      TIPE FISIK (kinesthetic).


Individu yang memiliki kecenderungan gaya belajar kinestetik akan belajar lebih baik apabila terlibat secara fisik dalam kegiatan langsung. Mereka akan belajar sangat baik apabila mereka dilibatkan secara fisik dalam pembelajaran. Mereka akan berhasil dalam belajar apabila mereka mendapat kesempatan untuk memanipulasi media untuk mempelajari informasi baru.



3.      AUDITORI (Auditory Learners )


individu yang cenderung memiliki gaya belajar auditorial kemungkinan akan belajar lebih baik dengan mendengarkan. Mereka menikmati saat-saat mendengarkan apa yang disampaikan orang lain.






Daftar Pustaka

Purwanto, Ngalim. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.